Rabu, 01 Desember 2010

Gua Maria Sendang Pawitra - Tawangmangu (1)

Sabtu, 27 November 2010

Sudah jam 3 pagi, dan aku harus bersiap menuju Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Pagi ini aku berangkat ke Solo untuk mengikuti kegiatan di Tawangmangu, Karanganyar. Dengan diantar motor oleh kakakku, aku menuju terminal Kampung Rambutan. Di sana sudah berjejer bus DAMRI, dan yang paling depan akan membawaku segera ke Bandara. Tepak pukul 4.30, bus berangkat dan hanya membutuhkan waktu 40 menit untuk sampai di Soeta. Masih terlalu pagi untuk check in jam 7.

Aku menunggu Pipit dan Dian di lobi luar. Sedikit bengong-bengong memikirkan permasalahan yang masih terbawa. Tidak berapa lama, Pipit datang. Sedikit membahas mengenai kegiatan yang akan kami ikuti selama dua hari ke depan. Pukul 6.30, barulah Dian, salah satu karyawan Anne Avantie datang dan mengajak kami untuk ambil tiket. Setelah itu, kami langsung masuk untuk check in dan menungu boarding pass. Lion Air, Jakarta - Solo, 7.30 WIB. Petugas sudah meminta kami masuk, dan kami menuju tempat kami masing-masing. Kami duduk bertiga dan sederet. Dan, kami berangkat....


"Para penumpang yang terhormat, anda akan memasuki bandara Adi Sumarmo, Solo. Silahkan gunakan sabuk pengaman anda karena kita akan melakukan pendaratan....," kira-kira begitulah suara petugas sebelum kami mendarat. Tepat pukul 9.45 kami tiba di Bandara Adi Sumarmo, Solo. Kami langsung memesan taksi menuju kediaman adik kandung Ibu Anne Avantie di Perumahan Fajar Harapan. Setelah muter-muter sampai sopirnya minta tambahan uang Rp 10.000,-, akhirnya kami sampai juga di rumah sederhana nan mewah (isinya).

Kami masuk dengan santai, tak sungkan dan semoga tak bosan, berkenalan dengan ibu dari Anne Avantie (mereka memanggilnya Mami) dan suaminya (Pa Nda) serta saudara-saudarinya. Aku dan Pipit disuguhi Pecel Solo yang menurutku hampir sama saja, bahkan kurang pedes...hehehe...tapi, terima kasih karena sudah mengerti bahwa kami kelaparan selama di pesawat. Nampaknya kami harus menunggu Ibu Anne Avantie datang. Dan setelah beberapa jam, akhirnya beliau datang juga dengan mobil Taruna hitam dan masih menelepon dari seseorang, beliau tersenyum kepada kami. Beberapa menit kemudian beliau menutup telepon dan menyalami kami seraya mengucapkan terima kasih. Terima kasih karena menyambut undangan yang diberikan via sms melalui Romo Greg.

Kami masih berusaha memahami dan beradaptasi dengan kondisi sebenarnya, karena kami belum tahu jadwal kegiatan mereka dan apa yang harus kami lakukan selain liputan dan mencari narasumber? Kami pun menunggu beberapa jam lagi untuk jadwal pasti dari Ibu Anne Avantie. OMG, when will we go there??? Dan setelah beberapa orang datang, serta beberapa jam lewat, kami pun berangkat menuju Tawangmangu, Karanganyar. Kami langsung masuk ke hotel Bintang, yang nampaknya sudah dipesan. Tapi, seperti biasa, kami harus menunggu lagi untuk bisa masuk. Entah kenapa kami memang harus menunggu. Belum lagi kami masuk kamar, kami sudah diajak untuk langsung melihat lokasi Gua Maria Sendang Pawitra. Ya sudah, kami setuju karena itulah tujuan kami yang utama. Berangkat....

Jalan menuju Gua Maria cukup jauh, berkelok dan bersebelahan dengan jurang yang sangat dalam. Bayangkan, tidak ada pagar pembatas tebing. Dengan perlahan tapi pasti, mobil meliuk mengikuti setiap jalur di tebing gunung. Kaca jendela kami buka dan angin segar langsung menyergap hidung kami. Dingin juga, dan tampak di kejauhan, kabut-kabut mulai bergerak perlahan. Rahasia sedikit, saya sedikit mual dengan kondisi jalan yang demikian. Jadi, untuk mengantisipasi, ya saya tidak banyak tingkah seperti biasanya di perjalanan. Hehehehe...

Sesampainya di lokasi, kami di sambut gerimis lembut dan angin dingin yang menyambut, seolah-olah menyuruh kami untuk segera turun ke Gua. Menuruni tangga, kami melihat Ibu-ibu mengangkat batu-batu yang digunakan untuk menutup tanah agar tidak becek. Di jalur itu, di setiap ujungnya sudah terpasang bambu dengan lembaran ilustrasi setiap perhentian 12, 13 dan 14 Jalan Salib. Aku berdiri di belakang Ibu anne Avantie. Sesaat dia berhenti dan sedikit berbisik mengatakan, "saya tidak tega melihatnya". Mereka adalah masyarakat desa yang ikut bergotong royong meletakkan batu-batu di setiap jalur yang masih becek.


Kami tiba di depan Gua Maria, di sana sudah ada beberapa orang berjaga karena suasana masih hujan. Bunda Maria terletak di atas, di bawahnya terdapat Gua, altar dan tempat lilin berhiaskan malaikat menari. Kami pun menyempatkan diri berbincang dengan Pak Narto, sang juru kunci tentang sejarah Gua Maria Sendang Pawitra sembari menanti Ibu Anne Avantie dan beberapa orang lain berdoa. "Saya sudah 30 tahun di sini," kata Pak Narto dengan senyumnya yang yakiin dan gagah berani. Sebagai seorang muslim taat, dia sangat yakin akan tugasnya untuk menjaga Gua MAria sebagai berkah baginya dan keluarga.





Beberapa saat sebelum kami pulang, hujan mengguyur dengan sangat derasnya. Pulang pun tertunda, karena kami harus membantu mereka membetulkan terpal yang sempat hampir jatuh karena tak kuat menahan debit air di atasnya. Ketika hujan reda, kami langsung beranjak pulang karena Ibu Anne Avantie dan keluarga besar akan mengadakan misa arwah di hotel tempat kami menginap. Melalui jalur yang sama, kami menuju hotel. Kali ini jendela tidak kami buka, karena hujan dan kabut tebal menemani kami menuruni tebing.

Sampai di hotel, kami langsung istirahat. Kami tidak ikut misa karena merasa tidak berkepentingan di sana. Jadi kami menyempatkan diri untuk beristirahat, mandi, dan kami makan di luar bersama dengan keluarga besar Anne Avantie. Makan malam sederhana yang istimewa. Selesai makan, kami langsung pulang. Kami tidak langsung istirahat karena masih harus menyiapkan list pertanyaan untuk para narasumber besoknya. Jadi, tulisan ini masih akan berlanjut ya...

salam.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar