Selasa, 07 Desember 2010

Gua Maria Sendang Pawitra - Tawangmangu (2)

Minggu, 28 November 2010

Sesuai dengan undangan, hari ini ada Misa syukur minggu, sekaligus peletakan batu pertama pembangunan jalan salib di Gua Maria Sendang Pawitra, Tawangmangu. Aku dan Pipit sudah bersiap, sebenarnya kami sudah janji dengan Pak Narto (di tulisan sebelumnya, sudah aku jelaskan siapa dia) jam 7 pagi, tapi karena sekali lagi, kami akhirnya baru datang jam 9 karena sebelumnya kami muter-muter untuk nyari tukang pecel. Setelah beberapa gang dan tikungan dimasukin dengan dua mobil besar, ketemu juga mbok-mbok yang baru saja mau jualan pecel. Tanpa basa-basi, semua bakul diborong sama Bu Anne Avantie, plus se-mboknya. Jadi di mobil Bu Anne itu ada beliau, adiknya, anak dan sodaranya, plus 3 mboknya, dan di belakangnya sudah ngeriung 7 bakul pecel, nasi, gorengan, kerupuk, peyek dan kawan-kawannya. Hehehe...sarapan yang heboh...


Peletakan Batu
Langsung saja, ya...karena rasa-rasanya tidak cukup etis kalau mau membicarakan bagaimana kami ngumpul lesehan di tangga, dan memenuhi pintu masuk karena kami makan pecel di sana (Gak pernah ngebayangin sebelumnya, bakal nyarap lesehan bareng sama keluarga besar Anne Avantie, designer batik terkenal itu lhoo...OMG = sebenernya biasa aja sih makan pecelnya..).


Begitu datang, kami langsung menemui Pak Narto yang masih beberes terpal, tiker, dan segala macam persiapan untuk misa nanti. "Sebentar ya, mbak," katanya sambil sedikit terburu-buru. Mungkin dia juga gak sabar ingin diwawancara, hehe...gapapa pak, biar bisa dilihat sama masyarakat katolik Indonesia. Akhirnya....jam menunjukkan pukul 10.00, dan kami sudah mulai ngobrol dengan Pak Narto. Kembali pada acara Pipit bertanya, Pak Narto menjawab. Aku??? Kali ini jadi tukang moto aja.


Tidak berapa lama, Pak Naryo datang. Pak Naryo adlaah orang yang pertama kali memprakarsai dibangunnya Gua Maria Sendang ini, itu berdasarkan tulisan sejarah yang saya terima sebelum saya berangkat ke tawangmangu ini. Karena ada dua narasumber, mau tidak mau, saya ikutan bertanya. (Kok kayanya nyesel banget yah..hehehe...gak kok, biasa aja). Yah, selalu berawal dari, "Pak, gimana sih ceritanya waktu itu kok sampai merasa terpanggil untuk.....?", dan Pak Naryo pun memulai ceritanya, "Ya, dulu itu saya sedang....... kemudian saya merasa seperti mendapat......" dan bla..bla...bla...percakapan dimulai. Tidak terasa sudah jam 11 dan misa syukur sudah dimulai dipimpin oleh Romo Yohanes Suyadi, Pr dari Gereja Santa Maria Tawangmangu, kami tidak ikut misa. Merasa kurang terpanggil...(Baduuunnnggg....!!!), tapi kami tidak main kok, kami menyiapkan rencana kami selanjutnya, termasuk, kemana setelah sore nanti?? hehehe..terus terang, Makan bakso di solo masih jadi rencana yang sudah kami pikirkan sejak di Jakarta. Parah, bakso terus dimana-mana....eh, kok jadi bakso?? Kembali ke Gua...

Sebelum misa ditutup, acara puncak dimulai, yakni peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Romo Yadi, Pak Naryo, Ibu Anne Avantie dan Pak Stevan. Keempat orang tersebut berperan penting dalam proses pembangunan dan pengembangan Gua Maria dan Jalan Salib di Tawangmangu tersebut. Bergiliran mereka meletakkan batu dan ditutup dengan semen. Berlutut dan berdoa sebelum serta sesudah meletakkan batu, menjadi cara mereka menghargai anugerah yang diberikan dariNya untuk turut membantu proses tersebut. Tak terasa, air mata Bu Anne perlahan menjadi kian deras, sederas hujan yang mulai membasahi kami semua.  Setelah selesai, Romo Yadi memberkati seraya memercikkan air suci di atas batu tersebut, tepatnya di tempat yang akan menjadi perhentian kedua. (Karena, perhentian pertama batunya sudah jadi).


Selesai misa dan pemberkatan, umat diajak untuk beramah tamah. Pak Tri sebagai moderator mengajak umat untuk mendengarkan beberapa patah kata dari Romo Yadi, Bu Anne, dan pak Stevan, tentunya sembari menikmati santap siang yang sudah disiapkan oleh panitia kecil. Dalam kesempatan itu, Bu Anne mengucap syukur dan dengan memejamkan matanya, berkata, "Kalau ini memang jalanMu, bantu saya untuk mewujudkan kehendakMu." Kami semua tertegun, bukan karena keartisannya, tapi karena kekhidmatannya. Demikian pula pak Stevan, yang dengan niat luhur, hendak membangun Jalan Salib tersebut, dan karena keterbatasannya, ia berhenti, namun niatnya tersambung dengan kehadiran Bu Anne saat ini.

Setelah selesai, aku dan pipit masih harus bertemu dengan beberapa orang, yaitu umat yang katanya tidak sengaja mengikuti misa dan proses peletakan batu pertama itu. Mereka berasal dari semarang dan tertarik untuk mengikuti acara tersebut. Belum lagi, kami masih ada PR untuk berkunjung ke Susteran SND di dekat terminal tawangmangu. Maka dengan sedikit buru-buru, setelah ngobrol sebentar dengan Romo Yadi, kami pun beranjak pulang. Tapi, ada aja ceritanya si pipit ini...Sandalnya ternyata lenyap sebelah. Kenapa mesti dia ya?? Mungkin emang udah takdir ya...hehehe....yasudah, kami tetap menuju Susteran dan si pipit...nyeker, cing...hihihi...

Kami diantar oleh Mba Lala, adik dari Bunda Anne. Sampai di Susteran, kami tidak langsung bertemu suster, karena sedang ada tamu yang akan menyewa susteran untuk rekoleksi. Dan....satu setengah jam kemudian....akhirnya, kami bertemu dengan Suster Richarda, dan dengan tenangnya: "Saya tadi di kamar, tidka ada yang memberi tahu kalau kalian sudah di sini." Ya Tuhan, Suster sudah keluar saja kami sudah bersyukur..karena tamunya suster Ancel lamanya minta ampun....hehehe...

Dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, akhirnya terlaksana juga wawancara kami dengan Suster Richarda dan Suster Ancel. Setengah jam yang padat, dan kami tetap terburu-buru karena sebenarnya kami sudah ditinggal rombongan Anne Avantie yang sudah kembali ke Solo satu jam lalu, dan kami masih harus bergerilya mengejar wawancara. Tapi, untungnya, susternya berbelas kasih kepada kami dengan mengantarkan kami ke hotel, bahkan mengantar kami sampai palur. Terus terang, kalau tidak karena kebaikannya, kami akan jadi anak jalanan yang bisa dibilang nyasar, karena bus dari tawangmangu ke solo sudah habis satu jam yang lalu.

Menuju Jogja
Kami sampai di Palur, dan sebelum pisah (Pipit ke tempat omnya, dan aku harus ke jogja - tetep), kami menyempatkan untuk ngebaks (ngebakso) di ruko pinggir jalan. Lumayan untuk mengurangi mual dan teler selama perjalanan (mabok in action)..hehehehe... Setelah omnya pipit datang, kami diantar dulu ke rumahnya, setelah itu aku diantar ke palur untuk menunggu bus yang ke arah jogja. Tepat pukul 7, bus yang kutunggu datang juga. Dan, "terima kasih, om sudah diantar", itu yang sempet aku ucapkan untuk omnya pipit (maaf, gatau namanya, belum sempet kenalan juga). Satu jam menjelang Jogja, hujan mengguyur dengan semangatnya yang tiada terkira, sampai akhirnya aku turun di Janti, air sudah menggenang. Untung pas di depan Indomaret, yang ada atap sempurnanya, jadi bisa menyelamatkan diri dengan suksesd ari guyuran hujan, walaupun yang di bawah terendam.

Sepuluh menit kemudian, Om Tono, Tante Nur, Tito dan Timmy (ya ampun, ini sekeluarga) datang menjemput dengan Avansanya. Berasa tamu agung deh...hehehe...(*lebay). Kami tidak langsung pulang karena perut lapar, dan KFC, andalannya dua lelaki kecil (timi dan tito) menjadi tempat tujuan kami. Dalam waktu sekejap, kami dengna lahap menyantap semua yang menghadap..hap..hap..hap..dan kenyang serta kantuk menyergap. Sepertinya aku akan tidur nyenyak malam ini.

Benar saja, begitu sampai rumah, dengan tidak sabar aku segera mandi karena badan sudah lengket keringat dan air hujan (untung tanpa air mata). Segarnya (dinginnnyaaa...), dan kantuk makin menjadi. Tanpa kompromi ini dan itu, aku langsung mapan turu di kamar depan (kamar tito n timi). Mak lep.... dan aku tidka sadarkan diri.

Aku mengakhiri perjalananku di Ambarukmo, komplek Polri blok E3 rumah ketiga sebelah kiri berpagar putih, di kamar depan dengan kipas angin kecil tapi membuatku sedikit menggigil.

Salam jumpa dari Jogja.

1 komentar:

  1. Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuannya. Sayang sudah sampai di Sendang Pawitra, tidak ikut Misa, padahal sudah diundang khan sama Tuhan Yeus dan Bunda Maria... : )

    BalasHapus